SNI Harus Dioptimalkan
Pemerintah harus mengoptimalkan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk meningkatkan daya saing produk dan pengamanan pasar domestik menjelang implementasi MEA - Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk hampir seperempat miliar (terbesar keempat dunia) dengan PDB mencapai USD 868,3 milyar merupakan pasar potensial yang harus diamankan dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional.
“Langkah kongkrit yang mesti dilakukan Kementerian Perindustrian, Perdagangan dengan memaksimalkan penerapan SNI secara wajib, baik untuk produk dalam negeri maupun impor. Hal itu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada produsen dan konsumen domestik,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan di Jakarta, Rabu (17/6/15).
Ia menambahkan seiring dengan perkembangan industri nasional yang telah mampu memproduksi berbagai jenis produk untk kebutuhan dalam dan luar negeri, maka penerapan SNI tersebut sangat relevan untuk meningkatkan mutu produk sehingga lebih memiliki daya saing.
Pemberlakuan SNI wajib tersebut tentunya harus didukung dengan prasarana teknis dan institusional seperti laboratorium uji produk yang memadai dan handal. Namun sayangnya lanjut Heri, pemerintah masih kekurangan laboratorium uji produk yang memadai dan handal dalam rangka menghadapi MEA 2015.
“Ini sangat memprihatinkan, kurangnya prasarana laboratorium uji produk bisa berpengaruh pada tidak efektifnya fungsi pengawasan peredaran produk terutama impor, akibatnya berbagai produk impor yang tidak memenuhi standar dengan mudah masuk ke pasar dalam negeri dan mengancam kesehatan dan keselamatan konsumen,” papar dia.
Saat ini, Kementerian Perindustrian memiliki 23 balai penelitian yang kurang berfungsi dengan baik karena keterbatasan anggaran dan hanya memiliki 16 laboratorium pengujian resmi. Padahal, idealnya untuk 1 produk SNI wajib harus diuji di 5 laboratorium. Celakanya lagi, dari 16 laboratorium tersebut, tidak semuanya bisa memeriksa keseluruhan produk SNI wajib.
Sebagai contoh, kebakaran akibat kabel listrik yang tidak memenuhi standar, bangunan yang runtuh karena tidak didukung oleh besi baja yang berkualitas, mainan anak-anak dari Tiongkok yang mengganggu kesehatan, sampai yang terakhir adalah polemik beras plasik impor.
Politisi Fraksi Partai Gerindra menegaskan, tidak heran jika angka Indens Kepuasan Pelanggan (IHP) terhadap layanan standarisasi nasional belum mencapai target. Hal ini menjadi indikasi bahwa kualitas pelayanan standarisasi masih tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Penyebabnya selain karena faktor SDM yang minim, juga karena terbatasnya sarana dan prasarana teknis pengujian.
“Saya meminta Kementerian Perindustrian, kementerian Perdagangan, serta institusi terkait seperti BSN dan PT Sucofindo untuk meningkatkan koordinasi yang sinergis terkait penerapan standar dan penilaian kesesuaian yang terintegrasi dan menyeluruh. Dalam konteks itu, standarisasi dan penilaian kesesuaian harus memiliki fungsi startegis sebagai protektor kepentingan nasional dan pengamanan perdagangan,” ujar dia.
Heri meminta BSN dan PT Sucofindo untuk memaksimalkan penerapan standarisasi nasional sesuai PP No.102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional, untuk tujuan meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup, membantu kelancara perdagangan, dan mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.
Kementerian Perindustrian diharapkan dapat lebih berperan aktif untuk melindungi produksi demi kepentingan nasional, karena serapan anggaran pada Kementerian Perindustrian per April 2015 yang relatif masih rendah +/- 13,74%. Ditambah balai penelitian yang ada dibawah naungannya kurang tertangani dengan baik dan menjadi terbengkalai serta laboratorium uji produk yang sudah banyak yang rusak, usang, dan tidak memenuhi spesifikasi standar serta teknologi yang sudah tertinggal jauh.
“Menjadi tanda tanya besar dan pertanyaan menarik, bagaimana sebuah produk bisa dinyatakan lolos uji coba, padahal balai-balai yang ada di kementerian tidak layak uji,” demikian Heri.(Spy/iky)/foto:iwan armanias/parle/iw.